Thursday, June 30, 2016

Septi Peni, Ibu Rumah Tangga Yang Tak Menyekolahkan 3 Anaknya Tapi Jangan Kaget Lihat Hasilnya...

Namanya Ibu Septi Peni Wulandani. Bila kalian search nama ini di google, kalian akan tahu kalau Ibu ini di kenal sebagai Kartini saat saat ini. Bukanlah, dia bukanlah seseorang pejuang emansipasi wanita yang mengejar kesetaraan gender lalala itu. Bukan.


Beliau seseorang ibu rumah-tangga profesional, penemu jenis kalkulasi jaritmatika, juga seseorang wanita yang sangat perduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. Seseorang wanita yang menginginkan mengajak wanita Indonesia kembali pada fitrahnya sebagai wanita sepenuhnya. Dalam sesi itu, beliau menceritakan kiprahnya sebagai ibu rumah-tangga yang mendidik tiga anaknya lewat cara yang bhs kerennya anti m4instream. It’s like I’m watching 3 Idiots. But this is not a film. This is a real story from Salatiga, Indonesia.

Semua bermula waktu beliau mengambil keputusan untuk menikah. Bila ada pepatah yang menyampaikan kalau pernikahan yaitu momen peradaban, untuk cerita Ibu Septi, pepatah itu pas sekali. Di usianya yang masihlah 20 th., Ibu Septi telah lulus serta memperoleh SK sebagai PNS. Di waktu yang bersamaan, beliau dilamar oleh seorang. Beliau pilih untuk menikah, terima lamaran itu. Tetapi sang calon suami ajukan kriteria : beliau menginginkan yang mendidik anak-anaknya nantinya hanya ibu kandungnya. Berarti? Beliau menginginkan istrinya jadi seseorang ibu rumah-tangga. Harapan untuk jadi PNS itu juga pupus. Beliau tak mengambilnya. Ibu Septi pilih jadi ibu rumah-tangga. Baru hingga cerita ini saja saya telah gemeteran.

Pada akhirnya beliaupun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini setuju untuk tutup semuanya gelar yang mereka bisa saat kuliah. Tindakan ini pernah diprotes oleh orangtua, bahkan juga di undangan pernikahan mereka juga tak ada penambahan titel/gelar di samping nama mereka. Keduanya setuju kalau sesudah menikah mereka bakal mengawali kuliah di kampus kehidupan. Mereka bakal belajar dari tempat mana saja. Pasangan ini bahkan juga sering ikut beragam kuliah umum di beberapa universitas untuk mencari pengetahuan. Gelar yang mereka kejar yaitu gelar almarhum serta almarhumah. Subhanallah. Sudah pasti maksud mereka yaitu khusnul khatimah. Hingga disini, telah kebayang kan kalau pasangan ini bakal mencipta keluarga yang keren?

Ya, keluarga ini semakin keren saat telah ada anak-anak ada lengkapi kehidupan keluarga. Dalam mendidik anak, Ibu Septi bercerita satu diantara prinsip dalam parenting yaitu demokratis, merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitu juga untuk masalah sekolah. Orangtua baiknya memberi alternatif paling baik lantas biarlah anak yang pilih. Ibu Septi memberi sebagian pilihan sekolah untuk anaknya : ingin sekolah favorite A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. Atau tidak sekolah? Serta wow, anak-anaknya pilih untuk tidak sekolah. Tak sekolah bukanlah bermakna tak mencari pengetahuan kan? Ibu Septi serta keluarga miliki prinsip : Sepanjang Allah serta Rasul tidak marah, bermakna bisa. Yang diperintahkan Allah serta Rasul yaitu supaya manusia mencari pengetahuan. Mencari pengetahuan tak terus-terusan lewat sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus miliki project yang perlu ditempuh mulai sejak umur 9 th.. Serta akhirnya?

Enes, anak pertama. Ia demikian perduli pada lingkungan, miliki banyak project perduli lingkungan, peroleh penghargaan dari Ash0ka, masuk koran berulang-kali. Sekarang ini usianya 17 th. serta tengah menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia kuliah sesudah SMP, tanpa ada ijazah. Modal presentasi. Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal jadi seseorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget. Waktu kuliah di th. pertama ia pernah minta dibiayai orangtua, tetapi ia berjanji bakal menggantinya dengan satu perusahaan. Subhanallah. Uang dari orang tuanya tak ia pakai, ia pilih jual makanan door to door sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya.

Ara, anak ke-2. Ia begitu suka minum su.su serta tidak dapat hidup tanpa ada su.su. Karenanya, ia lalu berternak sapi. Pada usianya yang masihlah 10 th., Ara telah jadi pelaku bisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon ikut bangun satu desa. WOW! Sepuluh th. gue masihlah ngapain? Serta sesudah kemarin kepo, Ara nyatanya sekarang ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak.

Elan, si bungsu penggemar robot. Usianya masihlah sangat belia. Ia membuat robot dari sampah. Ia percaya kalau anak-anak Indonesia sesungguhnya bisa bikin robotnya sendiri serta dapat jadi kreatif. Sekarang ini, ia tengah mencari invest0r serta selalu berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. Keren!

Saya hanya menunduk, what I’ve done until my 20? Banyak pula peserta waktu lalu ajukan pertanyaan, “kenapa hanya 3, Bu? ” hehe.

Dari cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa rahasia kecil yang dipunyai keluarga ini, yakni :

1. Anak-anak yaitu jiwa yang merdeka, berlaku demokratis pada mereka yaitu satu keniscayaan

2. Anak-anak telah di ajarkan tanggung jawab serta praktek nyata mulai sejak kecil lewat project. Seperti yang saya katakan tadi, di umur 9 th., anak-anak Ibu Septi telah diharuskan untuk miliki project yang harus dikerjakan. Mereka harus presentasi pada orangtua tiap-tiap minggu mengenai project tersebut .

3. Meja makan yaitu fasilitas untuk diskusi. Disana mereka bakal mengulas mengenai ‘kami’, mengenai mereka saja, seperti telah berhasil apa? Ingin berhasil apa? Kekeliruan apa yang dikerjakan? Oh ya, keluarga ini dapat miliki prinsip, “kita bisa salah, yg tidak bisa itu yaitu tak belajar dari kekeliruan tersebut”. Bahkan juga mereka miliki saat untuk merayakan kekeliruan yang dimaksud dengan “false celebration”.

4. Rasulullah SAW sebagai role jenis. Kisah-kisah Rasul dibahas. Pada umur demikian Rasul telah dapat begini, jadi di umur demikian bermakna kita harus juga demikian. Lantaran alasan ini juga Enes mengambil keputusan untuk kuliah di Singapura, ia ingin pindah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia menginginkan pergi ke satu tempat dimana ia tak di kenal sebagai anak dari orang tuanya yang memanglah telah populer hebat.

5. Memiliki vision board serta vision talk. Mereka miliki gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap peluang berjumpa dengan orang-orang hebat, mereka bakal berbagi mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi : Dream it, berbagi it, do it, grow it!

6. Senantiasa ditanamkan kalau belajar itu untuk mencari pengetahuan, bukanlah untuk mencari nilai

7. Mereka miliki prinsip harus jadi pengusaha. Bahkan juga sang bapak juga keluar dari pekerjaannya di satu bank serta bangun beragam bisnis bersama keluarga. Apa yang ia bisa sepanjang bekerja ia terapkan di bisnisnya.

8. Miliki langkah belajar yang unik. Selain belajar lewat cara home schooling dimana Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku serta beragam sumber, keluarga ini miliki langkah belajar yang dimaksud Nyantrik.

Nyantrik yaitu sistem belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan tiba ke perusahaan besar serta ajukan diri jadi karyawan magang. Janganlah bertanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa saja. Ngepel, bersihkan kamar mandi, apa pun. Mereka juga tidak meminta upah. Yang penting, mereka di beri waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seseorang yang pakar setiap hari selama magang.

9. Hal terutama yang perlu di bangun oleh satu keluarga yaitu persamaan visi pada suami serta istri. That’s why milih jodoh itu mesti cermat. Hehe. Satu cinta belum pasti satu visi, namun satu visi tentu satu cinta

10. Miliki kurikulum yang keren, dimana fondasinya yaitu iman, akhlak, adab, serta bicara.

11. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama. Ibu melakukan tindakan sebagai ibu, partner, teman, guru, semuanya.

Daaaan ada banyak lagi. Teman-teman yang tertarik dapat kepo twitter ibu @septipw atau gabung serta turut kuliah on-line mengenai keiburumahtanggaan di ibuprofesional. com.

Hhhhmmm. Bagaimana? Profesi ibu rumah-tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia yaitu kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau jadi ibu rumah-tangga. Waktu itu beliau iri lihat wanita sepantarannya yang berpakaian rapi pergi ke kantor sedang beliau cuma kenakan daster. Jadilah beliau merubah style-nya. Jadi Ibu rumah-tangga itu keren, jadi penampilannya harus juga keren, bahkan juga miliki kartu nama dengan profesi paling mulia : housewife. So, masihlah jaman berpikiran kalau ibu rumah-tangga itu hanya sumur, kasur, lalala yang haknya terinj4k-inj4k serta tidak mematuhi HAM? Duh please, housewife is the most presticious career for a woman, right? Namun semua tetaplah pilihan. Dan setiap pilihan miliki k0nskwensi Jadi apa pun kita, mudah-mudahan tetaplah menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi bangsa.

Setelah mengikuti sesi tersebut, saya menarik kesimpulan kalau seminar kepemudaan tidak melulu bahas mengenai organisasi, beberapa isu negara, dan sebagainya yang biasa dibicarakan. Pemuda juga butuh belajar ilmu parenting untuk bekal dalam mendidik generasi penerus bangsa ini. Bukankah dari keluarga karakter anak itu terbentuk?

Wallahualambisshawab. Mudah-mudahan ada yang dapat di ambil pelajaran.

http://www.sholihah.web.id/2016/06/septi-peni-ibu-rumah-tangga-yang-tak.html

0 comments

Post a Comment