Ada berbongkah-bongkah rasa bahagia menyeruak dalam hati saat saya dinyatakan positif hamil. Alhamdulillah … akhirnya hamil juga! Begitu kata hati saya. Kehamilan, bagi pasangan suami istri, tentu menjadi sebuah keinginan. Siapa juga yang nggak menginginkan punya anak? Betul, kan?
Sejak saya menikah pada 28 Maret 2010 lalu, saya dan suami sangat menginginkan segera memiliki anak. Tentu sangat menyenangkan jika kami langsung dikaruniai momongan. Bisa terbayangkan gimana bahagianya ada bayi di antara kami berdua. Tapi, ternyata tidak begitu dengan kehendak Allah, Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu di alam raya ini. Tiga minggu setelah saya menikah, saya divonis menderita endometriosis. Hari itu juga harus dioperasi untuk mengangkat endometriosis dan juga ovarium kanan saya, tempat bertumbuhnya jaringan endometriosis itu. Itu adalah pukulan telak bagi kami. Tapi, mau tak mau harus kami hadapi dan kami harus ikhlas serta sabar.
Sebelum saya dioperasi, dokter spesialis kandungan yang akan mengoperasi saya menjelaskan bagaimana posisi saya dengan endometriosis itu. Sang dokter bilang bahwa memang mau tak mau, endometriosis itu harus diangkat. Karena jaringan endometriosis itu sudah parah dan menyumbat aliran ovum di saluran tuba falopi saya bagian kanan, dengan terpaksa ovarium kanan saya juga harus diangkat. Sebab, ovarium kanan saya sudah tidak bisa berfungsi lagi. Kami kaget, tapi ... ya sudahlah. Ikuti saja saran dokter. Pasrah.
Sang dokter melanjutkan kembali. Setelah nanti dioperasi, saya harus menjalani terapi selama enam bulan berturut-turut untuk menghilangkan jaringan endometriosis secara sempurna. Setelah enam bulan itu, saya bisa menjalani program kehamilan. Menurut dokter, saya akan diberi obat penyubur setiap kali puncak ovulasi saya datang agar sel telur benar-benar matang dan bisa dibuahi. Tapi, dokter juga memperbolehkan jika setelah enam bulan terapi itu, saya tidak langsung menjalani program hamil dengan bantuan obat penyubur. Dokter mempersilakan jika saya ingin menjalankan program hamil secara alamiah tanpa dibantu obat.
Menurutnya, kemungkinan untuk memiliki anak setelah nanti endometriosis dan ovarium kanan saya diangkat, masih lumayan tinggi. Meskipun tidak 100 persen, tapi katanya masih lumayan tinggi. Saya dan suami diminta untuk tidak putus asa. ”Bapak dan ibu jangan khawatir. Dokter hanya bisa memperkirakan, tapi Allah yang punya kuasa. Banyak lho pasien-pasien saya seperti ini yang sekarang sudah punya anak. Jadi, ibu dan bapak tetap harus optimis. Ada banyak jalan untuk memiliki anak. Tahapan-tahapannya sudah jelas. Jadi, tenang saja,” begitu kata dokter yang kemudian setiap kali saya kontrol, dia selalu memberi saya wejangan agar terus berusaha dan berdoa agar punya anaknya bisa sesegera mungkin. Hmmm ... baik sekali.
Menurut sang dokter, jika setelah beberapa waktu saya belum hamil-hamil juga, dokter menyarankan agar saya menjalani bayi tabung. Nah ... ini nih yang bikin saya deg-deg ser. Aduuuuuhhh ... panjang sekali fasenya, plus mahal. Saya membayangkan jika menjalani bayi tabung, kira-kira bakal butuh duit berapa banyak? Ya Allah ....
Dalam kondisi itu, alhamdulillah ... Allah mengkaruniakan kepasrahan dan kami tidak pernah mengeluh atau berputus asa. Sedih sih sedih, tapi buat apa sedih terus? Saat operasi itu selesai dilakukan, selesai juga sedihnya. Tidak ada air mata yang menetes setelah operasi itu. Syukur alhamdulillah kami dikaruniai itu. Yang harus kami lakukan selanjutnya adalah kami harus terus berikhtiar dan berdoa memohon kemurahan Allah agar Dia memudahkan kami memiliki keturunan. Juga berdoa agar penyakit itu tidak akan datang lagi. Yaah ... meskipun akhirnya jaringan endometriosis itu sempat satu kali bertumbuh lagi di tempat yang sama. Tapi, baru jaringan awalnya. Begitu diobati, alhamdulillah jaringannya hilang.
Dan kini ... Allah memberikan kesempatan buat kami untuk menjadi orang tua. Sungguh, ini adalah karunia Allah yang sangat luar biasa besarnya untuk kami. Setelah menyelesaikan terapi selama enam bulan itu, kami memutuskan untuk menjalani program hamil secara alamiah. Meskipun selain itu, dua bulan terakhir sebelum saya hamil, kami juga ikut terapi herbal. Kami mengonsumsi jamu herbal. Kata terapis saya, bulan ini adalah bulan bahagia. Katanya, banyak pasiennya yang mengalami hal sama seperti saya, bulan ini akhirnya hamil. Alhamdulillah ... semoga kehamilan ini berjalan lancar, ya Allah.
Jadi, bagi yang hanya memiliki satu ovarium, entah tinggal yang kanan atau kiri, jangan patah semangat. Hitung-hitungan Allah benar-benar tidak sama dengan hitung-hitungan manusia, ini seringkali saya buktikan. Dulu saya melihat Shahnaz Haque sebagai contoh dan penyemangat. Dia hanya tinggal memiliki satu ovarium, tapi nyatanya dia bisa punya tiga putri yang lucu-lucu. Tapi, seminggu yang lalu, saya baru mendapat cerita dari seorang sahabat (terima kasih, Dek Erna) yang ternyata dulu pernah mengalami hal sama persis seperti saya. Alhamdulillah ... enam bulan setelah operasi, dia hamil. Dan sekarang ... si kecil udah besar, udah lucu. Semangat dari Dek Erna membuat saya memiliki contoh yang begitu riil di depan saya. Kalau dulu saat melihat Shahnaz Haque, saya masih agak menerawang. Soalnya tidak kenal langsung. Tapi, dengan Dek Erna, semua begitu nyata di hadapan saya. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Hamil meskipun hanya dengan satu ovarium? Kenapa tidak? Iya, kan? Bukankah semuanya Allah yang punya? Allah juga yang menguasai semua ini.
ditulis oleh : Mastris Radyamas
===========================
Semoga dapat diambil Hikmahnya
0 comments
Post a Comment